Jumlah uang yang dikirim para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri–disebut remitansi–terus meningkat setiap tahun. Meski kerap mendapat perlakuan kasar di negeri orang, kiprah mereka tetap menjadi asa bagi keluarga di tengah impitan kemiskinan dan kesulitan hidup.
Berdasarkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), uang kiriman TKI selama Ramadan hingga menjelang hari raya tahun 2008 tercatat senilai Rp 4,6 triliun. Uang kiriman tersebut berkisar 6,54% dari total Rp 70,7 triliun remitansi TKI tahun itu.
Pada tahun berikutnya, yaitu sepanjang puasa hingga menjelang Idul Fitri 2009, nilai remitansi TKI melonjak mencapai Rp 6,6 triliun atau 11,6% dari total remitansi TKI 2009 senilai Rp 56,8 triliun. Tahun berikutnya, nilai remitansi TKI sejak Ramadan hingga mendekati Lebaran mencapai 34% dari total remitansi TKI tahun 2010 senilai Rp 57,4 triliun.
Untuk tahun 2011 ini, mengacu pada survei Bank Indonesia terkait remitansi TKI pada triwulan II-2011, jumlah transfer dana dari TKI melalui perbankan pada periode itu adalah Rp 8,6 juta per transaksi atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp 7 juta per transaksi.
Angka remitansi di atas dipastikan berada jauh di atas itu mengingat masih banyak TKI yang mengirimkan uang tidak melalui jalur perbankan, tapi menitipkannya melalui para TKI lain yang mudik.
Jika di sana sini masih kerap terekam kisah duka yang menggelayuti para TKI yang bekerja di luar negeri, itu memang sudah barangkali bagian sisi gelap dari nasib para pekerja kita. Namun, berkaca pada angkaangka yang disebutkan di atas, kita pun tak bisa menutup mata terhadap kontribusi besar yang diberikan para TKI pada devisa negara.
Dengan sedikitnya 25 ribu TKI yang kembali ke Tanah Air untuk merayakan Lebaran pada setiap tahun, sudah bisa kita bayangkan berapa banyak orang (anggota keluarga) yang benar-benar menaruh asa pada para pahlawan devisa itu.
Sumber Daya Ekonomi
Remitansi merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang paling besar bagi negara, terutama negaranegara berkembang. Bahkan menurut survei Bank Dunia (2010), remitansi merupakan penghasilan terbesar kedua negara-negara berkembang yang berpotensi menurunkan angka kemiskinan di negara tersebut.
Menunjuk pada hasil survei tersebut, ekonom Bank Dunia Dominique van der Mensbrugghe mengatakan, remitansi mampu menurunkan jumlah kemiskinan rumah tangga di dunia. Dia memberi contoh Bangladesh, yang mampu menurunkan angka kemiskinan di negeri itu sampai 6% berkat para pekerjanya yang mengadu nasib di luar negeri.
Angka lebih signifikan lagi ditunjukkan Uganda yang mampu menurunkan angka kemiskinan sampai 11% berkat remitansi. Bahkan, di Guatemala, kemiskinan turun sampai 50% karena banyak pekerja dari negeri ini yang mengadu nasib di luar negeri. Survei Bank Dunia juga menunjukkan jumlah remitansi mencapai hamper US$ 250 miliar, meningkat sekitar 40% dari tahun sebelumnya sekitar US$ 167 miliar.
Diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat setiap tahunnya. Ini menunjukkan bahwa remitansi ini membawa pengaruh yang luas, baik bagi si penerima atau keluarga pekerja migran, tapi juga untuk pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Betapa besarnya uang yang dihasilkan para migran, hal itu bisa dilihat dari data mengenai remitansi di berbagai negara di dunia.
Melihat data yang tersaji dalam table di atas, benarlah apabila para pekerja migran adalah pahlawan devisa. Mereka hidup dengan sangat berat di Negara orang, bekerja banting tulang, kerap diperlakukan dengan kasar oleh para majikan di tempatnya bekerja, toh hasilnya dapat meningkatkan taraf hidup banyak orang di negaranya sendiri.
India dan Filipina merupakan Negara yang dipandang sebelah mata dalam hal ekonomi, tapi sekarang mereka menjadi mapan keadaan ekonominya. Faktor terbesar dari peningkatan ekonomi yang drastis ini adalah karena remitansi yang mereka terima ternyata sangat besar. Jutaan orang keluar dari Filipina setiap tahunnya untuk bekerja di luar negeri dan hasilnya sangat memuaskan bagi keluarga dan devisa negara.
Negara dengan jumlah remitansi terbesar adalah India dan Meksiko disusul Tiongkok dan Filipina. India mendapat sekitar US$ 27 miliar pada periode 2006- 2007, disusul Meksiko sekitar US$ 25 miliar. Di Meksiko, pekerja migrant mendapat porsi khusus dalam pengaturan kebijakan pemerintahan. Bahkan, pada awal 2006, presiden yang menjabat kala itu, Vincente Fox menjadikan pekerja migran sebagai salah satu ujung tombak dari kebijakan luar negerinya.
Tetap Pahlawan Devisi
Di tengah dunia yang semakin tidak ada lagi batasan ruang untuk bekerja, banyak negara justru semakin berharap pada remitansi yang telah terbukti mampu menopang kegiatan ekonomi mereka. Sebagai “balas jasa”, Negara pun tidak diam. Mereka membantu meningkatkan kemampuan para calon tenaga kerja yang bekerja di luar negeri di berbagai bidang. India, misalnya, menyediakan para pekerjanya yang memiliki keahlian di bidang teknologi informatika (TI). Begitu juga Tiongkok, yang terdepan dalam bidang teknik dan kesehatan.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Kita memang masih harus belajar banyak dari negara-negara lain untuk peduli pada para pekerja yang mengadu nasib ke luar negeri. Betapa pun banyaknya TKI yang menghadapi kemalangan akibat tindak sewenang-wenang para majikan di negeri orang, mereka tetaplah “pahlawan” di tengah kehidupan sebagian masyarakat bangsa yang masih terimpit kemiskinan, kesulitan hidup, serta sulitnya mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang layak di dalam negeri. Merekalah asa bagi perbaikan nasib sebagian warga miskin yang tinggal di perdesaan.
No comments:
Post a Comment